Minggu, 17 Agustus 2014

Gaya Perencanaan


Levy dalam bukunya menyebutkan bahwa perencana bekerja dalam lingkungan kekuasaan yang penuh dengan konflik kepentingan. Gaya perencanaan bervariasi tergantung dengan individu dan juga tempat dimana perencana itu bekerja. Beberapa perencana akan cocok persis ke dalam salah satu jenis  gaya tersebut. Sangat jarang ditemukan seorang perencana yang bekerja dengan menggunakan dua gaya perencanaan sekaligus. Dalam bukunya, Levy membagi gaya perencana menjadi lima yaitu :

1. Perencana sebagai pelayan publik yang netral. Dalam peran ini perencana mengambil sikap netral secara politik dan kembali pada keahlian profesional mereka, yang akan digunakan untuk memberitahu masyarakat bagaimana cara terbaik untuk melakukan apa yang ingin dilakukan. Mereka tidak akan, secara umum, mencoba untuk memberitahu masyarakat apa yang harus dilakukan. Nasehat dan pekerjaan teknis mereka hadir untuk masyarakat sebagian besar akan terbatas pada "bagaimana" dan "bagaimana jika" dan bukan "harus" atau "tidak seharusnya." Ketika pilihan harus dibuat, perencana akan memperkirakan bagaimana berbagai alternatif akan keluar.

2. Perencana sebagai pembangun  konsensus masyarakat. Ini menjadi lebih populer dalam periode sesudah perang dunia II. Dalam pandangan ini,  perencanaan tidak bisa dipisahkan dari politik. Politik adalah seni mengambil pandangan yang berbeda dan kepentingan yang berbeda dan membawa mereka ke dalam harmoni yang cukup untuk memungkinkan tindakan yang akan diambil. Karena tidak ada rencana dapat dilaksanakan tanpa kemauan politik dan tindakan politik, perencana juga harus sangat dekat dengan, atau mungkin bagian dari proses politik.

3. Perencana sebagai pengusaha. Perencana yang bekerja untuk tugas-tugas tertentu, seringkali bertindak sebagai pengusaha. Sebagai contoh, perencana yang bekerja untuk program kosolidasi lahan, dana publik yang digunakan untuk menyiapkan kawasan, yang kemudian dijual atau disewakan kepada pihak lain. Perencana yang bekerja pada program ini harus mampu memasarkan kawasan, mencari pengembang, dan menegosiasikan kontrak .

4. Perencana sebagai advokat. Dalam peran ini perencana bertindak sebagai wakil untuk kelompok tertentu atau posisi tertentu dan memilih untuk memajukan kepentingan-kepentingan tertentu. Konsep perencanaan advokasi, yang dikembangkan pada awal 1960-an, muncul dari pandangan bahwa ada kelompok-kelompok dalam masyarakat yang tidak memiliki kekuatan politik dan ekonomi untuk memajukan kepentingan mereka sendiri secara memadai. Dengan demikian, mereka perlu secara khusus diwakili dalam proses perencanaan. Yang dimaksud kelompok tertentu di sini misalnya orang miskin atau kelompok minoritas.

5. Perencana sebagai agen perubahan radikal. Sedikit sekali perencana yang mengambil peran sebagai perubahan sosial. Mereka yang terlibat dalam pemikiran yang radikal dalam perencanaan tidak memungkinkan untuk bekerja dalam sistem mainstream yang seringkali membuat frustasi. Beberapa akademisi mengambil posisi idelogis neo-Marxian atau menganut teori kritis dan mempromosikan perubahan radikal ekonomi dan politik sebagai tujuan jangka panjang perencanaan.

Sumber : buku John M. Levy yang berjudul Contemporary Urban Planning  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar